Iboy dan Maya
Oleh: Ananda Sevma Ardyaksa XI IPA 4
Hari ini Maya ulang tahun. Si Iboy nggak ketinggalan mau ngasih surprise untuknya. Karena Maya udah nggak jalin hubungan lagi sama Bara, jadi Iboy pasti geregetan untuk membahagiakan pujaan hatinya. Pagi-pagi seklai Iboy langsung berangkat ke sekolah. Jalan raya masih sepi, tetapi Iboy justru mempercepat laju motornya.
Sekolah juga masih sepi, tetapi Iboy dan Maya udah berjalan berduaan di koridor sekolah.
“Eh May, ntar kamu saya undang makan malam di warung saya gimana?” kata Iboy dengan tatapan penuh harap.
Maya tersenyum. “Jangan deh, Boy!”
“Ayolah, May. Ini kan ultahmu, hari yang monumental!” Iboy memaksa.
Maya terdiam sejenak.
“Saya janji nggak bakal ada siapa-siapa. Cuma kita berdua,” urai Iboy lagi. “Ayolah, please, May! Saya mau masak buat kamu especially. Kalai nggak jawab berarti iya!” tembak Iboy.
“Nggak jawab berarti iya?” tanya Maya sambil menghentikan langkahnya.
“Iya!” sahut Iboy.
“Kalau gitu saya nggak mau jawab deh,” ujar Maya dengan tersenyum. Dan Iboy pun melangkah kegirangan.
***
Sepulang sekolah, Iboy mau minta izin sama mami agar warungnya malam ini ditutup.
“Nggak bisa, Mi! Ntar kita mau dapat uang dari mana?” Siska, adik Iboy, langsung bereaksi.
“Iboy mau kasih kejutan buat Maya yaitu Candlelight dinner, Mi!” jawab Iboy sok romantic.
“Nggak usah, Mi! Ntar warungnya malah kebakar!” sergah Siska.
“Ayolah… Ini bukan malem Minggu. Siapa yang mau dateng hari Rabu? Tanggal tua lagi…,” desak Iboy.
“Oke deh, Boy. Asalkan kamu sanggup merapikan kembali setelah party-mu itu selesai ya…,” jawab mami. Setelah itu, Iboy member sebatang coklat yang barusan dibeli untuk Siska. Siska pun tersenyum dan pergi mengambil coklat itu seraya setuju-setuju terhadap jawaban mami.
***
Sorenya, Iboy membersihkan semua isi warung. Dia mengatur letak meja, terutama letak meja yang akan dipakai bersama Maya.
Setelah itu, dia pergi ke supermarket untuk berbelanja barang-barang yang diaperlukan. Iboy tampak bingung. Tetapi akhirnya Iboy berhasil juga menentukan masakan yang akan dibuatnya.
Begitu motor masuk dan parker di depan warung gaul, Iboy terbirit-birit menuju lantai atas untuk segera memasak makanan yang akan dihidangkan malam nanti.
Semua prosedur secara tertib Iboy lakukan. Dengan semangat bergelora dan keringat mengucur deras, Iboy tampak ceria untuk menyambut kedatangan Maya.
Seusai maghrib Maya pun sudah berdandan dan siap untuk menemui Iboy. Tiba-tiba bel rumah berbunyi. Dibukakan pintu rumahnya oleh Maya. Maya pun kaget ketika dilihatnya Bara berdiri di ambang pintu.
“Saya ingat hari ini kamu ultah. Jadi saya bawa bunga ini untuk kamu,” ujar Bara dengan suaranya yang khas.
“Saya mau ngundang kamu juga untuk makan malam. Kebetulan sudah reserved lokasinya,” kata Bara lagi.
“Aduh gimana ya, saya udah janji sama Iboy!” ujar Maya tegas.
“Please, Pokoknya ini yang terakhir kali kita jalan!” Bara memohon.
“Ini yang terakhir kali kita jalan! Janji?” ujar Maya.
“Janji!”
Dengan wajah agak lesu Maya menuruti kemauan Bara. Sementara Iboy masih sibuk menata lilin yang teramat banyak. Dia menaruh lilin-lilin di sekeliling meja, dan di sudut-sudut isi warung. Dan ternyata lilinnya masih kurang.
Setelah membeli lilin di mini market, Iboy mampir sebentar ke sebuah pompa bensin. Tanpa kesadaran Iboy, mobil Bara berada di sisi lain. Rupanya Bara juga beli bensin. Maya ada di dalam mobil itu dan tidak melihat Iboy, sebagaimana Iboy juga tidak melihat Maya. Bara membayar dan mobil itu pun pergi.
***
Bara dan Maya memilih duduk di tempat yang super-romantis. Bara mengeluarkan kado. Maya menerima, lalu membukanya. Parfum. Maya diam, suasana menjadi hening, tapi hatinya senang.
“Orang bilang kalau ada cowok member hadiah parfum sama ceweknya, mereka pasti akan putus. Sekarang kita sudah putus, jadi nggak ada beban ngasih parfumn ini!” kata Bara.
“Makasih!” jawab Maya pendek.
Sementara Iboy masih sibuk menyiapkan hidangannya di dapur. Iboy mencicipi sup yang dibuatnya, dia lalu mengambil tempat garam dan langsung menuangkannya. Iboy tercengang karena semua garamnya tumpah ke dalam sup. Dia mencicipi lagi dan asinnya bukan main. Iboy akhirnya bergegas menuju restoran.
Pada saat yang bersamaan, motor Iboy berhenti tepat di seberang restoran. Iboy mau mmbeli makanan khas dari restoran itu, capcay. Iboy tak sengaja menoleh. Iboy melihat Maya bersama Bara di seberangnya. Iboy pun terkaget. Nafsu kekagetannya dia ungkapkan ke pelayan restoran.
“Bang, capcay kuahnya dua!”
Dan setelah itu Iboy mencari tempat untuk sembunyi. Dadanya berdentum hebat. Iboy melihat Bara yang dengan jentelnya membukakan pintu mobilnya untuk Maya.
***
Sejam berlalu, Maya datang tergesa-gesa ke warung Iboy. Dia heran karena warung terlihat sepi.
“Surprise!” teriak Iboy.
Iboy dengan hati-hati menuntun Maya menuju balkon sambil menutup matanya Maya. Dan Maya pun membuka matanya. Terlihat banyak lilin kecil tersebar di setiap sudut.
“Dan ini!” Iboy menyerahkan bungkusan kadonya. Maya membukanya, ternyata sebuah album CD kesukaan Maya, Owl City.
“Makasih, Boy! Sori terlambat, saya nganter mama dulu ke dokter gigi!” ujar Maya berbohong.
“Kenapa sih kamu harus bohong sama saya?” tembak Iboy tiba-tiba. Maya terdiam. “Saya tadi liat kamu sama Bara,” ujar Iboy lagi.
“Boy, itu cuma…,” Maya benar-benar tak sanggup meneruskan kata-katanya.
“Saya nggak senang dibhongi! Kalo emang kamu masih sama Bara, ya udah, sana!” jawab Iboy tegas. “Kalo dulu-dulu kamu juga pernah bohong sama saya, bilang aja, May!”
Maya bangkit, raut mukanya memerah. “Boy, saya bohong karena saya nggak mau nyakitin kamu! Dan saya pergi sama Bara, karena saya nggak mau mengecewakan orang lain di hari ultahku ini!”
“Tapi kamu sekarang mengecewakan saya! May, nggak ada kamu juga saya bisa hidup!!!”
Tiba-tiba angin beritup kencang sehingga suasana warung menjadi kacau. Maya lalu mengambil tasnya, dan beranjak pergi.
“Nih, bawa kadonya!” ujar Iboy. Tetapi Maya tak menghiraukannya. Iboy terdiam dan termenung… Sedih…
***
Pagi harinya Iboy duduk sendirian di belakang kelas. Dan setelah ber berbunyi tanda masuk semua murid langsung masuk kelas menenmpati tempat duduknya masing-masing. Mereka terbirit-birit karena pelajaran pertama adalah pelajaran fisika Pak Karman.
“Sekarang ulangan ya, anak-anak!” teriak Pak Karman. “Jangan rebut. Ulangannya open book, dan yang tidak membawa buku cepat keluar!”
Beberapa anak keluar kelas dengan kesadaran sendiri. Sedangkan Iboy masih kelihatan bingung. Maya melihat kebingungan Iboy yang ternyata tidak membawa buku fisika.
Iboy berusaha memanggil Icha dengan lemparan kertas, tapi justru Maya yang kena. Iboy diam.
Maya pun memberikan buku fisikanya kepada Iboy. “Maaf, Pak, saya tidak membawa buku!”
Pak Karman tersentak kaget tak percaya. “Aduh, kamu yang siswi teladan kenapa tidak bawa buku. Yang benar saja!”
Setelah Iboy mengembalikan buku fisikanya Maya, sementara Maya duduk sendirian di bangku koridor. Iboy meletakkan buku tersebut di sisi Maya dan berkata, “Lo nggak perlu merasa bersalah. Gue udah lupain semuanya.”
“Kalo lo merasa gue jahat, gue bilangin aja kalo gue bukan orang jahat. Gu emang salah. Tapi kalo hati lo nggak ada kata maaf, berarti gue yang salah menilai lo selama ini!” kata Mayapanjang lebar. Tapi Iboy justru pergi meninggalkan Maya.
Namun beberapa meter dari Maya, si Iboy dicegat sama Petra. “Boy, show me the money! Show me the money!”
Tapi Iboy masih saja ingin meneruskan langkahnya untuk menjauh dari Maya. Si Petra juga tampak kesal. Setelah Iboy sudah jauh dari keberadaan Maya, si Maya memanggil si Petra dan menanyakan, “Ada apa, Pet?”
“Itu tu Iboy belum ngebalikin uangku yang katanya untuk beli CD-nya Owl City, Maya,” kata Petra.
“Gini, gue kasih duit elo aja asal elo jangan bilang ke Iboy. Kalau oke, gue kasih duitnya!” ujar Maya.
“Oke! Mana duitnya?”
“Berapa sih?”
“Tujuh puluh lima ribu!”
“Nih, asal janjinya jangan kasih tahu dia!” Maya lalu memberikan duit. Dan Petra menerimanya dengan senang.
***
Malam harinya Iboy masih beluum tidur. Dia mendengarkan lagu CD yang semestinya dia berikan untuk Maya. Sementara Maya sendiri sedang berbincang dengan mamanya.
“May, udah persiapkan diri untuk bepergian ke Norwegia?” tanya mama Maya.
“Belum siap total, ma. Tapi sedini mungkin Maya bakal persiapkan sendiri, baik fisik maupun mental. Doakan Maya saja, ma,” jawab Maya kemudian.
“Kamu di Norwegia kan pasti lama. Jadi, jangan hanya kadang-kadang untuk kasih kabar di Jogja,” saran mama Maya.
“So pasti, ma. Maya bakal rindu sama papa-mama, dan adik-adikku yang tingkahnya makin nakal, ma!” ujar Maya penuh riang.
***
Pada hari Sabtu di dalam kantin yang menjual berbagai makanan seperti es krim dan soto, tampak murid-murid SMA 6 sedang makan maupun duduk-duduk saja. Iboy makan soto dan di sampingnya tampak empat cewek teman sekelasnya yang lagi ngobrol. Iboy mau tak mau ikut mendengar.
“Asyik ya, Maya bisa liburan ke Norwegia ,” kata Fatia.
“Bukan libur…,” kata Tami. “Dia kan emang ngelanjutin studi di sana.”
“Nggak balik-balik lagi dong,” kata Laily.
“Nggak ah, menurutku dia cuma liburan doang,” jelas Nindya.
“Bener, suer. Dia kan ke luar negeri karena ikut AFS itu. Jadi ntar setahun lagi dia balik ke Jogja!” urai Tami.
Iboy yang menguping dari tadi langsung menelan semua hidangan sotonya. Setelah selesai makan soto, Iboy lekas membayar dan langsung pergi.
Sepeninggalan Iboy, Icha datang dan langsung diserbu empat cewek tadi.
“Cha, Maya tu sebenarnya liburan atau nerusin studi?” gerutu Fatia ingin tahu.
“Dia itu semacam pertukaran pelajar, homestay setahun, dan pastinya juga ada lbiuran dari penyelenggaranya,” kata Icha.
“Mah, ku bilang juga apa!” kata Tami. “Berarti ketika dia nanti kelas XII kita udah lulus dong…,”
“Iya.” kata Icha.
“Berarti aya bagaikan ‘Pelajar yang Tertukar’,” ujar Fatia mengisi kegaringan topik siang itu.
Maya sendiri, yang sedang jadi ‘Trending Topic’ itu sedang bersender di depan ruang 105 melihat banyaknya tetumbuhan di hadapannya, ngelamun. Beberapa meter ke arah barat, Iboy lagi ngelamun juga. Jauh tapi dekat, namun dekat tapi jauh.
***
Seminggu kemudian tepat pembagian rapor sekaligus kenaikan kelas bagi Iboy menuju ke kelas XI. Semua angkatan di SMA 6 naik semua, kecuali yang kelas XII. Karena mereka sudah lulus 100%!
Dan waktu Iboy telah menaiki anak tangga, ia berpapasan dengan Irfan dan Fariz.
“Boy, kita-kita sekelas bakal makan-makan ntar malam di warungmu. Ikutan ya!” ajak Irfan.
“Ini sebagai perayaannya si Maya karena seupuluh hari yang lalu dia belum nraktir kita-kita, terus Maya kan dapat rangking satu di kelas kita!” tambah Fariz penuh ceria.
“Dan yang akan mengesankan, mungkin ini adalah sebagai perpisahan Maya yang akan pergi menyeberangi samudra meninggalkan engkau yang bakal merindukan dirinya!” kata Irfan dengan gaya puitisnya.
“Tapi gue nggak bisa. Ada urusan lain. Kalau mau ke warung gue ya silakan saja,” kata Iboy.
“Hah? Kagak ikut?” si Fariz menyengir. Irfan dan Fariz terdiam dan merasa heran.
***
Pada malam Minggu, suasana di warung Iboy ramai sekali. Banyak canda dan tawa. Namun, Maya sesekali merenung, dan sesekali ngelamun juga.
Di lain sisi, Iboy masih di kamarnya sembari mendengarkan CD yang seharusnya dimiliki Maya. Dia pun menirukan sepenggal lirik dari lagu Owl City tersebut, kali ini judulnya ‘If My Heart was A House’.
“Circle me and the needle moves gracefully. Back and forth. If my heart was a compass you’d be north… Risk it all cause I’ll catch you if you fall. Wherever you go. If my heart was a house you’d be home…”
Ketika ia melihat jam, ia lega karena sudah pukul sepuluh malam. Iboy lekas bergegas menuju warung dengan motornya. “Pasti warung udah sepi,” batin Iboy.
Ternyata benar. Mami Iboy sedang merapikan meja lalu kemudian melihat dompet. Ternyara ada kartu identitas pelajar milik Maya. Mami pun menyuruh Iboy untuk mengembalikan dompet itu kepada Maya. Tetapi si Iboy menolaknya walau si Iboy membuka dompetnya Maya. Iboy juga melihat beberapa foto wajahnya Maya. What a beautiful she is.
Dan tiba-tiba muncul Maya di ambang pintu! Dia melihat dompetnya sedang dalam genggaman Iboy.
“Hei, Boy!” tegur Maya.
“Eh sorry. Hei, ini dompet kamu!’ si Iboy menyodorkan dompetn tersebut.
“Thanks ya…”
Maya masih menunggu mungkin saja Iboy ingin mengatakan something, namun Iboy justru diam.
“Once again, thanks banget ya…,” kata Maya mencoba untuk diperhatikan. Iboy hanya mengangguk. Maya pergi dengan ragu, dia berhenti sejenak dan menoleh ke Iboy. Iboy pun menyindir, “Ada yang ketinggalan lagi?”
Maya menggeleng dan langsung pergi.
***
Keesokan sorenya, Iboy sedang membersihkan ruangan warung. Pandangannya kosong. Dan muncullah Petra dengan aksinya sambil bernyanyi, “Don’t you cry tonight, I still love you baby… Don’t you cry tonight… Boy, ke Amplaz yuk!” ajak Petra.
“Males, Pet! Oiya, nih!” Iboy menyerahkan sejumlah uang kepada Petra. “Nih utang gue, heran, elo bisa pikun soal duit!” tambah Iboy.
“Aduh, Boy. Gimana ya… Sebenarnya gue nggak boleh ngasih tahu nih… Sebenarmya utangmu sudah dibayar sama Maya!” kata Petra.
Iboy diam.
“Sorry ya, Boy. Gue ke Amplaz dulu ya… Gue mau nonton ‘Johnny English Reborn’!” kata Petra.
Setelah selesai merapikan warung, Iboy naik motor menuju ke rumah Maya. Sesampainya di depan rumah Maya, dia tampak ragu-ragu. Namun, tiba-tiba lampu di dalam rumah mati. Iboy diam dan mengurung niatnya.
Dan Iboy tidak tahu bahwa Maya juga datang ke rumah Iboy bareng sopirnya. Tapi dia nggak mampir, dia hanya memasukkan surat ke kotak pos rumah Iboy.
***
Senin pagi hari, Maya sudah siap untuk pergi ke Norwegia. Maya baru saja sampai di bandara Adisutjipto. Lalu dia keluar dari ruang check in. Orang tuanya menemaninya. Mereka berpisah dan agak sedih melepas kepergian Maya.
Tiba-tiba Iboy muncul dengan langkah-langkah pasti. Dia mencari-cari Maya. Padahal Maya sudah masuk ke ruang boarding.
“Maaf, mas. Mau ke mana?” tanya penjaga bandara.
“Ng, mau ketemu Maya. Ah sudahlah...,” Iboy akhirnya duduk di bangku kemudian memegang kepalanya. Begitu pula dengan Maya di ruang boarding merasa galau.
“All passengers of Garuda Indonesian, flight number 770 to Denpasar, please boarding at Gate F5.....”
Iboy mendapatkan ide gila setelah mendengarkan pengumuman tersebut, dan dia bukannya sedih karena pesawat itulah yang akan ditumpangi Maya. Iboy langsung dengan beraninya meletakkan tas yang dibawa di mesin deteksi barang.
“Mau ke mana, mas? Tiketnya?” tanya penjaga bandara lagi.
“Ke Denpasar , Pak. Tiketnya di counter sana! Waiting list, Pak!” jawab Iboy. Si penjaga membiarkan Iboy masuk walau masih merasa heran.
Iboy lari tergesa-gesa menuju ruang informasi. Tampak seorang wanita meninggalkan. Tampak seorang wanita meninggalkan ruang itu. Iboy langsung masuk dan mengunci ruang informasi itu. Iboy mulai berkata setelah menghidupkan mikrofon.
“May… Maya…mudah-mudahan kamu belum beranjak dari kursimu. May. Ini Iboy…saya minta maaf, May, saya…salah. Saya sadar saya selalu perlu semangat kamu… May, saya mau ngasih tahu, kalau saya cinta sama kamu. Saya cinta sama kamu! Bye, May… Bye, Maya!”
Semua orang yang mendengarkan diam. Maya juga diam tak percaya. Iboy keluar dari ruang informasi lalu melihat satpam dan petugas.
“Maaf, Pak! Saya salah. Sekarang saya rela ditangkap!” kata Iboy tapi dihiraukan satpam dan petugas karena merasa terharu.
“Iboooyyyy!” terdengarlah suara Maya di ujung ruangan. Tampak Maya berlari sambil menangis. Semua menyaksikan dengan terharu.
“Sorry, May! Saya minta maaf! Saya datang juga karena suratmu tadi malam. Untung saja…”
“Boy, kamu bisa dipenjara gara-gara berbuat kayak tadi! Luar biasa berani! Dan…saya juga cinta sama kamu!”
“May, saya berani karena kamu, karena saya sayang sama kamu!” jawab Iboy terbata-bata.
Seorang wanita tua ikut menangis dan mengatakan, “Jangan takut mencintai, Nak…!”
Bye-bye, Iboy… Bye-bye, Jogja… Bye-bye, Maya… Goodbye love…